TUGAS SOFSKILL
ETIKA BISNIS
"HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLDER / CSR:
KELOMPOK 10 :
* ASTRI PUSPITA DEWI (11214760)
* CITRA ANGGRAINY (12214433)
* KARTIKA DYAH .P (15214783)
* LITA LOLITA (16214126)
ETIKA BISNIS
"HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLDER / CSR:
KELOMPOK 10 :
* ASTRI PUSPITA DEWI (11214760)
* CITRA ANGGRAINY (12214433)
* KARTIKA DYAH .P (15214783)
* LITA LOLITA (16214126)
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan bisnis yang tidak beretika biasanya cenderung merugikan para
stakeholder yang posisi tawarnya lemah di bisnis tersebut. Hal ini disebabkan,
para profesional yang mengelola bisnis tersebut tidak memiliki integritas dan
niat baik apda stakeholder secara keseluruhan.Pada dasarnya setiap stakeholder
memiliki kebutuhan yang berbedah, kecuali dalam hal pelayanan, di mana semua
stakeholder memiliki kebutuhan yang sama, yaitu mengharapkan mereka dilayani
secara jujur, terbuka, penuh tanggung jawab, wajar, berkualitas, dan adil.Para
pengelola bisnis seharusnya bersikap profesional untuk memberikan yang terbaik
buat kepentingan para stakeholder. Seorang pendiri bisnis pasti bermaksud untuk
mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin buat dirinya. Keuntungan yang
maksimal ini sangat tergantung dari loyalitas stakeholder kepada perusahaan.
Khususnya, pelanggan, pemasok, dan karyawan.
Keberadaan stakeholder merupakan bagian dari
mata rantai bisnis yang hadir dengan beragam misi, target, dan kepentingan. Dan
untuk melayani semua kepentingan yang berbeda tersebut, para pengelola bisnis
wajib menjalankan praktik bisnis berdasarkan etika bisnis yang berintegritas.Persoalan
muncul pada saat pengelola bisnis memprioritaskan keinginan dan tujuan dari
para pemegang saham mayoritas. Mengingat kekuatan pemegang saham mayoritas
sangat kuat untuk memberi perintah pada manajemen secara langsung, sedangkan
stakeholder di luar shareholder adalah kepentingan yang tidak dapat langsung
memiliki pengaruh pada manajemen.
1.2 Rumusan masalah
Hubungan harmonis antara stakeholder adalah
sebuah obsesi yang wajib diwujudkan oleh para pengelola bisnis, dan harus
menjadi komitmen untuk menjaga kepentingan dari para stakeholder dalam sebuah
lingkaran bisnis yang harmonis dan seimbang. Untuk mengetahui keseimbangan yang
harmonis dan seimbang, kita akan membahas hubungan stakeholder dengan
perusahaan.
1.3 Tujuan Masalah
1.
Menjelaskan pengertian stakeholder dalam etika bisnis
2.
Menjelaskan hubungan antara stakeholder dengan perusahaan/
organisasi bisnis
3.
Menjelaskan Harmonisasi Keselarasan antara kepentingan perusahaan
dan
Stakeholders
Stakeholders
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan tentang usaha bisnis souvenir
nama
pemilik usaha bisnis souvenir adalah Devi Surya atau yang sering
dipanggil dengan sebutan ibu epi. awal kali ibu epi membuka bisnis tersebut itu tahun 2014, ia membuka usaha souvenir ini karna ingin memajukan keuangan keluarga dan juga bisa membuka peluang lapangan pekerjaan bagi orang lain. dengan modal utama Rp1.000.000 saat itu untuk membeli alat perlengkapan membuat macam-macam souvenir. awalnya ibu epi menjual ke pasar jatinegara, lalu seiring berjalannya waktu sehingga sekarang ini ia lumayan banyak menerima pesanan dari pelanggan maupun pembelinya. harga yang ditawarkan cukup terjangkau sekitar Rp1.500 - Rp 3.000 /pcs nya.ibu epi juga dibantu oleh 5 orang karyawannya untuk membuat pesanan souvenir ini. ibu epi juga lebih mementingkan kepuasan konsumen dan pembelinya sehingga ia bisa mendapati rasa loyalitas dari konsumennya. Dari bisnis souvenirnya tersebut kini makin berkembang sesuai harapannya. usaha ibu epi ini beralamatkan di kp.pisangan rt.12/003 no.24 blok.c Cakung, JakartaTimur. penghasilan yang didapat ibu epi perharinya rata-rata Rp 1.000.000. pengeluaran untuk membeli bahannya rata-rata Rp 400.000 - Rp 500.000 perharinya. bisnis usaha ibu epi ini tidak luput dari adanya pesaing, pesaingnya ini cukup dibilang lumayan ketat sebab pesaingnya ini merupakan tetangganya sendiri, yang bisa dibilang juga usaha milik tetangganya cukup pesat. ibu epi ini tidak memiliki cabang/toko sendiri. ia merupakan pembuatannya saja dan kemudian dijual ke toko orang lain yang ada dipasar jatinegara atau yang memesan bisa langsung membelinya dirumah ibu epi.
dipanggil dengan sebutan ibu epi. awal kali ibu epi membuka bisnis tersebut itu tahun 2014, ia membuka usaha souvenir ini karna ingin memajukan keuangan keluarga dan juga bisa membuka peluang lapangan pekerjaan bagi orang lain. dengan modal utama Rp1.000.000 saat itu untuk membeli alat perlengkapan membuat macam-macam souvenir. awalnya ibu epi menjual ke pasar jatinegara, lalu seiring berjalannya waktu sehingga sekarang ini ia lumayan banyak menerima pesanan dari pelanggan maupun pembelinya. harga yang ditawarkan cukup terjangkau sekitar Rp1.500 - Rp 3.000 /pcs nya.ibu epi juga dibantu oleh 5 orang karyawannya untuk membuat pesanan souvenir ini. ibu epi juga lebih mementingkan kepuasan konsumen dan pembelinya sehingga ia bisa mendapati rasa loyalitas dari konsumennya. Dari bisnis souvenirnya tersebut kini makin berkembang sesuai harapannya. usaha ibu epi ini beralamatkan di kp.pisangan rt.12/003 no.24 blok.c Cakung, JakartaTimur. penghasilan yang didapat ibu epi perharinya rata-rata Rp 1.000.000. pengeluaran untuk membeli bahannya rata-rata Rp 400.000 - Rp 500.000 perharinya. bisnis usaha ibu epi ini tidak luput dari adanya pesaing, pesaingnya ini cukup dibilang lumayan ketat sebab pesaingnya ini merupakan tetangganya sendiri, yang bisa dibilang juga usaha milik tetangganya cukup pesat. ibu epi ini tidak memiliki cabang/toko sendiri. ia merupakan pembuatannya saja dan kemudian dijual ke toko orang lain yang ada dipasar jatinegara atau yang memesan bisa langsung membelinya dirumah ibu epi.
1.Stakeholder dalam etika bisnis
Stakeholders dapat diartikan sebagai segenap
pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya
bilamana isu periklanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang
terkait dalam isu periklanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik
kapal, anak buah kapal, pedagang ikan ,pengelah ikan, pembudidaya ikan,
pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan, dan sebagainya. Stakeholder dalam
hal ini juga dinamakan pemangkun kepentingan. Lembaga-lembaga telah menggunakan
istilah stakeholder ini secara luas kedalam proses pengambilan dan implementasi
keputusan. Secara sederhana stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak,
lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isi atau rencana.
Stakeholder menurut
definisinya adalah kelompok atau individu yang dukunganya diperlukan demi
kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. Clarkson membagi
stakeholder menjadi dua : Stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
·
Stakeholder primer adalah ‘pihak dimana tanpa partisipasinya yang
berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya Pemilik modal atau
saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau
rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan
sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan
antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan
tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis
yang baik dan etis dengan kelompok ini.
·
Stakeholder sekunder didefinisikan sebagai ‘pihak yang
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam
transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup
perusahaan.’ Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial,
media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada
kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja
perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat,
pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
2. Hubungan
stakeholder dengan perusahaan
Sifat dari hubungan perusahaan dengan stakeholders mengalami perubahan dinamis berjalanya waktu. Beberapa pakar mengamati terjadinya pergeseran bentuk dari yang semula tidak aktif (inactive), menjadi reaktif (reactive), kemudian berubah lagi menjadi proaktif (proactive), dan akhirnya menjadi interaktif (interactive).
Sifat dari hubungan perusahaan dengan stakeholders mengalami perubahan dinamis berjalanya waktu. Beberapa pakar mengamati terjadinya pergeseran bentuk dari yang semula tidak aktif (inactive), menjadi reaktif (reactive), kemudian berubah lagi menjadi proaktif (proactive), dan akhirnya menjadi interaktif (interactive).
A. Pola hubungan
stakeholders
Penjelasan mengenai pola hubungan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
Penjelasan mengenai pola hubungan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1)
Hubungan tidak aktif (inactive); perusahaan
meyakini bahwa mereka dapat membuat
keputusan secara sepihak tanpa mempertimbangakan dampaknya terhadap pihak lain.
2) Hubungan yang reaktif (reactive); perusahaan cenderung memepertahankan diri
(defensive), dan hanya bertindak ketika dipaksa melakukanya.
3) Hubungan yang proaktif (proactive); perusahaan cenderung berusaha untuk
mengantisipasi kepentingan-kepentingan para stakeholders. Biasanya perusahaan
memiliki departemen khusus yang berfungsi untuk mengidentifikasi isu-isu yang
menjadi perhatian para pemangku kepentinagan utama. Namun, perhatian mereka
dan para stakeholders dipandang sebagai suatu permasalahan yang perlu dikelola,
bukan dipandang sebagai suatu sumber keunggulan kompetitif.
4) Hubungan yang interaktif (interactive); perusahaan menggunakan pendekatan bahwa
perusahaan harus memiliki hubungan berkelanjutan yang saling menghormati,
terbuka, dan saling dipercaya dengan para pemangku kepentinganya. Dengan
demikian, perusahaan menganggap bahwa suatu hubungan yang positif dengan para
pemangku kepentingan adalah sumber nilai dan keunggulan kompetitif bagi
perusahaan.
keputusan secara sepihak tanpa mempertimbangakan dampaknya terhadap pihak lain.
2) Hubungan yang reaktif (reactive); perusahaan cenderung memepertahankan diri
(defensive), dan hanya bertindak ketika dipaksa melakukanya.
3) Hubungan yang proaktif (proactive); perusahaan cenderung berusaha untuk
mengantisipasi kepentingan-kepentingan para stakeholders. Biasanya perusahaan
memiliki departemen khusus yang berfungsi untuk mengidentifikasi isu-isu yang
menjadi perhatian para pemangku kepentinagan utama. Namun, perhatian mereka
dan para stakeholders dipandang sebagai suatu permasalahan yang perlu dikelola,
bukan dipandang sebagai suatu sumber keunggulan kompetitif.
4) Hubungan yang interaktif (interactive); perusahaan menggunakan pendekatan bahwa
perusahaan harus memiliki hubungan berkelanjutan yang saling menghormati,
terbuka, dan saling dipercaya dengan para pemangku kepentinganya. Dengan
demikian, perusahaan menganggap bahwa suatu hubungan yang positif dengan para
pemangku kepentingan adalah sumber nilai dan keunggulan kompetitif bagi
perusahaan.
3.
Harmonisasi Keselarasan
antara kepentingan perusahaan dan Stakeholders
Relasi yang harmonis dan
selaras adalah sesuatu yang didambakan semua pihak karena berkaitan dengan
kestabilan, keseimbangan, kedamaian dan keberlanjutan pihak-pihak tersebut.
Namun, relasi antara organisasi dan publiknya tidak selalu seiring sejalan
karena ada kalanya terdapat perbedaan tujuan dan kepentingan. PR, dalam usaha
organisasi menyelaraskan perbedaan ini berupaya menjembatani agar tercipta
situasi yang harmonis sehingga semua pihak dapat berjalan bersisian seiring
sejalan.
“ Masalah apa yang kerap timbul, bagaimana caranya dan apa usaha-usaha
yang harus
dilakukan oleh PR dalam menyelaraskan perbedaan kepentingan dan tujuan ini? ”.
dilakukan oleh PR dalam menyelaraskan perbedaan kepentingan dan tujuan ini? ”.
A.Organisasi dan Publik
/Stakeholders
Sebelum masuk pada permasalahan, ada baiknya jika kita mengetahui apa yang
Sebelum masuk pada permasalahan, ada baiknya jika kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan organisasi dan publik
atau stakeholder. Organisasi disini menunjuk pada lembaga baik korporasi
(perusahaan) maupun non korporasi, mencakup semua lembaga yang didalamnya
terdapat struktur tertentu. Dalam tulisan ini yang akan dibahas adalah
perusahaan korporasi. Publik, kini kerap disebut
sebagai stakeholder (pemangku kepentingan). Walaupun pengertian
public dan stakeholder tidak persis sama, namun disini kita bisa
menyamakan public dengan stakeholder tersebut. Keduanya sama-sama
sebagai pihak yang dilayani dan dijembatani oleh
PR (public relations). Stakeholder sendiri memiliki
definisi orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi berbagai
keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan (2002 : 8 dalam Iriantara).
Untuk memudahkan pemahaman, public dalam PR biasanya dikategorikan menjadi
public internal dan public eksternal. Publik internal adalah public
yang berada di lingkungan organisasi misalnya karyawan, manajeman, dan pemegang
saham. Publik eksternal adalah public yang berada di luar lingkungan
organisasi misalnya, lembaga pemerintah, pelanggan, pemasok, bank, media/pers,
dan komunitas. Baik public internal maupun eksternal sama-sama mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kegiatan organisasi.
Organisasi/perusahaan maupun public, masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. PR adalah sebagai jembatan antara organisasi atau perusahaan dengan publiknya, terutama agar tercapai mutual understanding (saling pengertian) antara perusahaan dengan publiknya. Kecenderungan yang terlihat di era sekarang lebih pada perusahaan yang membutuhkan public, bukan public yang butuh organisasi/perusahaan. Selain itu PR juga membantu usaha penyelarasan antara kepentingan organisasi dan kepentingan perusahaan yang berbeda tersebut, bahkan acapkali kepentingan tersebut saling bertolak belakang. Nah, hal inilah yang dapat menjadi pencetus timbulnya konflik antara kedua belah pihak, bahkan terkadang mengakibatkan sebuah krisis dalam organisasi.
B. Tujuan dan Tanggung jawab Perusahaan
Korporasi
Perusahaan korporasi dibentuk dengan tujuan
utama untuk menghasilkan laba secara optimal. Berkaitan dengan hal tersebut,
menurut Post (2002 : 69) (dalam Solihin, 2009 : 3) para pengelola korporasi
memiliki 3 tanggungjawab :
Pertama tanggungjawab ekonomi (economy responsibility) di antaranya kepada para pemegang saham, dalam bentuk pengelolaan perusahaan yang menghasilkan laba. Sebagian dari laba tersebut akan dibagikan pada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Sebagian lagi saldo laba (retained earning) yang akan meningkatkan nilai suatu perusahaan. Selain itu perusahaan memiliki tanggungjawab ekonomi pada para kreditor yang telah menyediakan pinjaman pada perusahaan. Perusahaan berkewajiban menyisihkan sebagian kas perusahaan untuk membayar cicilan pada kreditor tersebut.
Pertama tanggungjawab ekonomi (economy responsibility) di antaranya kepada para pemegang saham, dalam bentuk pengelolaan perusahaan yang menghasilkan laba. Sebagian dari laba tersebut akan dibagikan pada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Sebagian lagi saldo laba (retained earning) yang akan meningkatkan nilai suatu perusahaan. Selain itu perusahaan memiliki tanggungjawab ekonomi pada para kreditor yang telah menyediakan pinjaman pada perusahaan. Perusahaan berkewajiban menyisihkan sebagian kas perusahaan untuk membayar cicilan pada kreditor tersebut.
- Korporasi juga memiliki tanggungjawab (legal responsibility) untuk mematuhi berbagai perundang-undangan dan peraturan yang ditetapkan (oleh pemerintah) dalam pelaksanaan operasionalnya. Hukum dan peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah agar perusahaan berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.
- Tanggungjawab lain yang diemban korporat/perusahaan yaitu tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility – CSR). Kegiatan CSR ini semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk membantu meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan komunitas dan harus dilakukan oleh perusahaan yang telah menaati hukum dan menjalankan perusahaannya dengan baik (Good Corporate Governance).
- Mengenai pengertian CSR, Kotler & Lee (2005 : 3) mengatakan: “corporate social responsibility is a commitment to improve community well-being through discretionary business practices and contributions of corporate resources”. Kata kunci disini adalah discretionary yang ditekankan sebagai kegiatan sukarela perusahaan dalam kegiatan pengembangan dan pemberdayaan komunitas, bukan karena diwajibkan oleh hukum, peraturan maupun tuntutan moral dan etika semata.
C. Kepentingan Publik & Kepentingan
Perusahaan
Publik
atau Stakeholders (pemangku kepentingan) akan memberikan dukungan
terhadap
operasi perusahaan apabila mereka memperoleh imbalan dari perusahaan yang sebanding
atau atau lebih besar dibandingkan dengan kontribusi yang mereka berikan kepada
perusahaan (Donaldson & Preston, 1995 dalam Solihin, 2009). Imbalan yang
diharapkan akan diterima oleh stakeholders dari perusahaan
bermacam-macam, sangat bergantung pada masing-masing kepentingan dan tuntutan
para stakeholders. Imbalan tersebut dapat berupa Dividen – bagi pemegang
saham Gaji dan bonus serta fasilitas yang memadai – bagi manajer dan karyawan
Produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau – bagi konsumen /
pelanggan Harga yang kompetitif dan memadai atas pasokan bahan baku
berkelanjutan – bagi pemasok Pembayaran pajak – bagi pemerintah Keberadaan
perusahaan yang dapat membantu menangani masalah masyarakat – bagi masyarakat
sekitar.
Berikut Tabel Imbalan dan Kontribusi Stakeholder :
Berikut Tabel Imbalan dan Kontribusi Stakeholder :
Stakeholders
|
Kontribusi ke
Perusahaan
|
Imbalan dari
Perusahaan
|
Inside Stakeholders
|
||
Pemegang Saham
|
Uang dan modal
|
Dividen dan
peningkatan harga
saham
|
Manager
|
Kemampuan dan
Keahlian
|
Gaji, bonus, status
dan kekuasaan
|
Karyawan
|
Kemampuan dan
Keahlian
|
Upah, gaji, bonus,
promosi, dan
pekerjaan yang stabil
|
Outside Stakeholders
|
||
Pelanggan
|
Pembelian barang
dan jasa
|
Pembelian input
dengan harga wajar
|
Pemerintah
|
Peraturan
|
pajak
|
Masyarakat/komunitas
sekitar
|
Loyalitas, hasil
Pemberdayaan
|
Usaha pemberdayaan,
pengembangan, dan
kesejahteraan
|
Sumber : Dikutip dari
Gareth R. Jones, 1995, Organizational Theory : Text and Cases,
Addison-Wesley, hal. 22
dalam Solihin, 2009 : 4, dan modifikasi penulis
D.
Kepentingan Perusahaan vs Kepentingan Publik = Konflik
Masalah dan konflik timbul jika kepentingan
perusahaan bertentangan atau bertolak belakang dengan kepentingan publik.
Beberapa hal tersebut antara lain :
1.Kebijakan perusahaan tidak sejalan dengan kepentingan publik;
2.Tindakan perusahaan tidak sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan public
3. Tindakan dan atau kebijakan perusahaan menyebabkan kerugian publik.
1.Kebijakan perusahaan tidak sejalan dengan kepentingan publik;
2.Tindakan perusahaan tidak sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan public
3. Tindakan dan atau kebijakan perusahaan menyebabkan kerugian publik.
Hal-hal tersebut potensial menyebabkan konflik,
turunnya kepercayaan publik pada perusahaan, mengganggu harmonisasi relasi
perusahaan dengan public, menyebabkan krisis perusahaan dan pada level
tertinggi bahkan dapat mengakibatkan berakhirnya operasionalisasi perusahaan.
E. Usaha Penyelarasan Kepentingan
Dalam usaha menyelaraskan antara kepentingan
organisasi dengan kepentingan publik, PR memiliki tugas-tugas yang mencakup
(Oxley dalam Iriantara, 2007: 6): Memberi saran kepada manajemen tentang semua
perkembangan internal dan eksternal yang mungkin mempengaruhi hubungan
organisasi dengan publiknya; Meneliti dan menafsirkan untuk kepentingan organisasi,
sikap public utama pada saat ini atau antisipasi sikap-sikap public utama
terhadap organisasi; Bekerja sebagai penghubung (liaison) antara manajemen dan
publicpubliknya; Memberi laporan berkala kepada manajemen tentang semua
kegiatan yang mempengaruhi hubungan public dan organisasi. Dalam kaitan dengan
Komunitas Masyarakat – yaitu mengadakan program CSR,
perumusan stakeholder kunci [opinion leader / pemuka pendapat]
beserta isu-isu yang mereka anggap relevan akan sangat membantu perusahaan dalam
merumuskan program-program CSR. Dengan kata lain, manajemen stakeholder
dapat menjadi panduan perusahaan untuk merumuskan strategi, kebijakan dan
program-program CSR agar tepat guna dan tepat mengena pada kebutuhan dan
kepentingan komunitas yang menjadi sasaran perusahaan. Kegiatan PR bukanlah
kegiatan bak “pemadam kebakaran”. PR tidak hanya dijalankan pada saat kritis
dan genting tapi justru di masa tenang PR memupuk, memperkuat hubungan,
jaringan dan relasi serta membangun kepercayaan public sehingga tidak perlu
terjadi krisis, atau jika terjadi krisispun tidak berdampak luas dan dalam yang
bisa mengakibatkan guncangan pada keberlangsungan perusahaan.
Proses PR sebagai proses
yang berkelanjutan (sustainable) perlu terus berjalan
mengingat
lingkungan organisasi pun bergerak secara dinamis, sehingga organisasi perlu
menanggapi dinamika lingkungan tersebut. Relasi organisasi dengan publiknya
dipengaruhi kondisi internal dan eksternal organisasi. PR perlu terus berusaha
menjaga agar relasi antara organisasi dan publiknya tetap berjalan pada jalur
yang benar dan membawa kemaslahatan bagi organisasi maupun publiknya. Dalam
menanggapi dinamika lingkungan yang terkadang bergerak secara eksponensial,
diperlukan juga kegiatan PR yang dinamis sehingga terjalin hubungan yang mesra
dan keselarasan yang harmonis antara perusahaan dan para stakeholdernya.
Contoh Kasus
1. Publik Internal vs Perusahaan Para pegawai sebuah perusahaan terkemuka saat ini tengah dilanda keresahan. Sebabnya tak lain karena perusahaan tempat mereka bekerja disinyalir melakukan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara diam-diam. Diam-diam disini maksudnya, perusahaan tidak secara transparan menyatakan bahwa di tubuh perusahaan itu sedang dilakukan rasionalisasi dan dengan alasan apa. Namun, perusahaan melakukan hal yang dinilai kurang terpuji oleh pegawainya yaitu mencari kesalahan kecil yang dilakukan oleh pegawai, membujuk pegawai dengan dalih sebagai dokumentasi untuk menandatangani surat pernyataan pengakuan telah berbuat kesalahan tapi ternyata surat pernyataan tersebut dijadikan bukti atas kesalahan kecil tersebut dan digunakan sebagai alasan mereka memutuskan hubungan kerja dengan pegawai tersebut. Selain resah akan nasib pekerjaan mereka, para pegawai menilai tindakan perusahaan tersebut dilakukan demi meminimalisir pengeluaran biaya. Jika perusahaan melakukan PHK biasa biaya pesangon yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan jika perusahaan melakukan PHK disebabkan kesalahan yang dilakukan pegawai. Disini terlihat kepentingan public internal, dalam hal ini kepentingan pegawai untuk memenuhi kebutuhan nafkah dengan bekerja di perusahaan ini bertentangan dengan kepentingan perusahaan yang merasa perlu diadakan penekanan biaya, salah satunya dengan mengurangi pengeluaran gaji pegawai dengan cara PHK. Perusahaan kurang menunjukkan goodwill dengan kebijakan mengenai mekanisme PHK. Sejogjanya perusahaan lebih aware dan menyadari bahwa yang kehilangan mata pencaharian bukan hanya satu orang pegawainya, tapi juga keluarga yang dinafkahinya. Masalah Komunikasi jelas terlihat, dengan tidak disosialisasikannya program PHK ini pada pegawai.
Saran & Solusi : Ada beberapa saran yang dapat diajukan PR perusahaan sebagai jalan keluar untuk masalah ini :
1. Publik Internal vs Perusahaan Para pegawai sebuah perusahaan terkemuka saat ini tengah dilanda keresahan. Sebabnya tak lain karena perusahaan tempat mereka bekerja disinyalir melakukan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara diam-diam. Diam-diam disini maksudnya, perusahaan tidak secara transparan menyatakan bahwa di tubuh perusahaan itu sedang dilakukan rasionalisasi dan dengan alasan apa. Namun, perusahaan melakukan hal yang dinilai kurang terpuji oleh pegawainya yaitu mencari kesalahan kecil yang dilakukan oleh pegawai, membujuk pegawai dengan dalih sebagai dokumentasi untuk menandatangani surat pernyataan pengakuan telah berbuat kesalahan tapi ternyata surat pernyataan tersebut dijadikan bukti atas kesalahan kecil tersebut dan digunakan sebagai alasan mereka memutuskan hubungan kerja dengan pegawai tersebut. Selain resah akan nasib pekerjaan mereka, para pegawai menilai tindakan perusahaan tersebut dilakukan demi meminimalisir pengeluaran biaya. Jika perusahaan melakukan PHK biasa biaya pesangon yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan jika perusahaan melakukan PHK disebabkan kesalahan yang dilakukan pegawai. Disini terlihat kepentingan public internal, dalam hal ini kepentingan pegawai untuk memenuhi kebutuhan nafkah dengan bekerja di perusahaan ini bertentangan dengan kepentingan perusahaan yang merasa perlu diadakan penekanan biaya, salah satunya dengan mengurangi pengeluaran gaji pegawai dengan cara PHK. Perusahaan kurang menunjukkan goodwill dengan kebijakan mengenai mekanisme PHK. Sejogjanya perusahaan lebih aware dan menyadari bahwa yang kehilangan mata pencaharian bukan hanya satu orang pegawainya, tapi juga keluarga yang dinafkahinya. Masalah Komunikasi jelas terlihat, dengan tidak disosialisasikannya program PHK ini pada pegawai.
Saran & Solusi : Ada beberapa saran yang dapat diajukan PR perusahaan sebagai jalan keluar untuk masalah ini :
1.
Perusahaan hendaknya menyadari bahwa kemelut diantara 1pegawai dan perusahaan
ini berpotensi kuat menjadi masalah serius yang menyangkut citra perusahaan
bahkan krisis kepercayaan public. Tak bisa dipungkiri saat ini telah terbentuk
opini negative diantara para pegawai – public internal yang juga asset
perusahaan mengenai perusahaan tempat mereka bekerja.
2.
PR perusahaan bersama jajaran direksi mengomunikasikan (berdialog)
kepada
para pegawai secara transparan mengenai apa yang tengah terjadi di perusahaan,
apakah ada masalah financial dan sebagainya.
3. Perusahaan secara legowo mengakui akan diadakan program rasionalisasi sehingga pegawai dapat bersiap-siap mencari pekerjaan di tempat lain.
4. Perusahaan hendaknya juga memperlihatkan keprihatinan atas nasib pegawai tersebut dan menunjukkannya dalam bentuk bonus di luar pesangon. Perusahaan perlu diingatkan kembali bahwa pegawai adalah asset tak ternilai suatu perusahaan, sehingga dapat lebih menghargai dan memperlakukan pegawai sebagai manusia yang memiliki kebutuhan hidup, perasaan, keluarga yang harus dinafkahi, harga diri dan sebagainya.
3. Perusahaan secara legowo mengakui akan diadakan program rasionalisasi sehingga pegawai dapat bersiap-siap mencari pekerjaan di tempat lain.
4. Perusahaan hendaknya juga memperlihatkan keprihatinan atas nasib pegawai tersebut dan menunjukkannya dalam bentuk bonus di luar pesangon. Perusahaan perlu diingatkan kembali bahwa pegawai adalah asset tak ternilai suatu perusahaan, sehingga dapat lebih menghargai dan memperlakukan pegawai sebagai manusia yang memiliki kebutuhan hidup, perasaan, keluarga yang harus dinafkahi, harga diri dan sebagainya.
2. Publik Eksternal
vs Perusahaan
Salah satu kasus lain adalah masalah bunga kredit perbankan. Seperti diketahui salah satu keuntungan dan bank adalah menampung deposito nasabah dan juga menyalurkan kredit untuk berbagai macam keperluan, mulai dari kredit rumah, mobil, kredit tanpa agunan, kredit usaha dan lain-lain. Salah satu isu sentral yang sering dibahas adalah tingginya bunga kredit di Indonesia, bahkan di Asia termasuk bunga paling tinggi. Kisaran bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) di perbankan Indonesia saat ini berkisar antara 11 – 16 persen. Jika ada yang memberikan di bawah 10 persen itu hanyalah bunga promo yang hanya berlaku 1 tahun dan bertujuan untuk mengikat nasabah. Bunga bank sebetulnya mengacu pada suku bunga Bank Indonesia (BI) yang sekarang berkisar pada angka 6.45%. Jika membandingkan pada suku bunga deposito yang berkisar 4-6 persen sementara bunga kredit 10–15 persen, margin keuntungan bank sangat besar sekali, bisa mencapai 10 persen! Padahal bunga KPR inilah yang dikeluhkan memberatkan masyarakat yang ingin memiliki rumah namum kemampuan financialnya terbatas untuk membeli secara tunai. Pada saat suku bunga turun bank dengan segera menurunkan bunga deposito, tapi tidak dengan suku bunga KPR. Ini tentu yang dikeluhkan masyarakat dan dianggap sangat tidak fair. Namun pihak bank mengaku mereka akan rugi jika serta merta langsung menurunkan bunga KPR saat SBI (Suku bunga Bank Indonesia) turun, karena banyak deposito jatuh tempo jangka panjang yang tertanam di bank mereka yang menggunakan suku bunga lama, yang tentunya melebihi SBI saat ini. Jadi mereka akan merugi jika KPR serta merta turun sementara mereka harus membayar bunga deposito dengan bunga yang lama. Itulah yang menjadi alasan mereka begitu cepat menurunkan bunga deposito, tapi tidak begitu untuk bunga KPR pada saat ada penurunan SBI. Namun pada saat SBI naik, bank dengan segera menaikkan deposito dan juga bunga KPR. Yang menjadi permasalahan adalah nasabah dan masyarakat tidak pernah tahu berapa banyak deposito dan margin bunga yang ditanggung bank sehingga mereka menunda menurunkan bunga KPR. Ketidakterbukaan bank ini juga diperparah dengan persaingan antar bank dan juga keinginan bank mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Salah satu kasus lain adalah masalah bunga kredit perbankan. Seperti diketahui salah satu keuntungan dan bank adalah menampung deposito nasabah dan juga menyalurkan kredit untuk berbagai macam keperluan, mulai dari kredit rumah, mobil, kredit tanpa agunan, kredit usaha dan lain-lain. Salah satu isu sentral yang sering dibahas adalah tingginya bunga kredit di Indonesia, bahkan di Asia termasuk bunga paling tinggi. Kisaran bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) di perbankan Indonesia saat ini berkisar antara 11 – 16 persen. Jika ada yang memberikan di bawah 10 persen itu hanyalah bunga promo yang hanya berlaku 1 tahun dan bertujuan untuk mengikat nasabah. Bunga bank sebetulnya mengacu pada suku bunga Bank Indonesia (BI) yang sekarang berkisar pada angka 6.45%. Jika membandingkan pada suku bunga deposito yang berkisar 4-6 persen sementara bunga kredit 10–15 persen, margin keuntungan bank sangat besar sekali, bisa mencapai 10 persen! Padahal bunga KPR inilah yang dikeluhkan memberatkan masyarakat yang ingin memiliki rumah namum kemampuan financialnya terbatas untuk membeli secara tunai. Pada saat suku bunga turun bank dengan segera menurunkan bunga deposito, tapi tidak dengan suku bunga KPR. Ini tentu yang dikeluhkan masyarakat dan dianggap sangat tidak fair. Namun pihak bank mengaku mereka akan rugi jika serta merta langsung menurunkan bunga KPR saat SBI (Suku bunga Bank Indonesia) turun, karena banyak deposito jatuh tempo jangka panjang yang tertanam di bank mereka yang menggunakan suku bunga lama, yang tentunya melebihi SBI saat ini. Jadi mereka akan merugi jika KPR serta merta turun sementara mereka harus membayar bunga deposito dengan bunga yang lama. Itulah yang menjadi alasan mereka begitu cepat menurunkan bunga deposito, tapi tidak begitu untuk bunga KPR pada saat ada penurunan SBI. Namun pada saat SBI naik, bank dengan segera menaikkan deposito dan juga bunga KPR. Yang menjadi permasalahan adalah nasabah dan masyarakat tidak pernah tahu berapa banyak deposito dan margin bunga yang ditanggung bank sehingga mereka menunda menurunkan bunga KPR. Ketidakterbukaan bank ini juga diperparah dengan persaingan antar bank dan juga keinginan bank mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Saran & solusi :
Komunikasi,
informasi dan sosialisasi tentang sistem perbankan belum banyak diketahui
dengan baik oleh nasabah sehingga nasabah tetap merasa tidak fair dengan
kondisi yang ada.
1.Seharusnya pihak bank mengedukasi masyarakat
baik melalui
pengumuman di bank, atau memberikan dalam bentuk surat setiap ada
kenaikan dan penurunan bunga ke nasabah
termasuk alasan di dalamnya, yang dijelaskan secara luas dan mendalam.
2. Nasabah juga harus dapat berkomunikasi secara langsung baik melalui website atau customer service dengan akses yang mudah dan berhak mendapatkan jawaban yang memuaskan.
2. Nasabah juga harus dapat berkomunikasi secara langsung baik melalui website atau customer service dengan akses yang mudah dan berhak mendapatkan jawaban yang memuaskan.
3.Selain itu pihak bank
juga sebaiknya bertindak fair. Dan jika pihak bank
sudah melakukan tindakan
positif ini sebaiknya di published ke masyarakat
sehingga mereka tahu bank mana yang peka dengan problem yang
dialami masyarakat dan mana yang tidak.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Pada umumnya Stakholder
biasanya di artikan sebagai orang yang akan mengambil peran aktif dalam
eksekusi sistem mutu atau orang yang akan merasakan dampak signifkan dari
penggunanya. Stakeholder ini biasanya berupa orang yang memiliki sebuah
proses,orang yang kegiatannya mempengaruhi sebuah proses,atau orang yang harus
berinteraksi dengan sebuah atau sekumpulan proses. Sifat dari hubungan
perusahaan dengan stakeholders mengalami dinamis seiring berjalannya
waktu. Beberapa pakar mengamati terjadinya pergeseran bentuk dari yang semula
tidak aktif (inactive), menjadi reaktif (reactive), kemudian berubah lagi
menjadi proaktif (proactive) dan akhirnya menjadi interaktif (interactive).
Seorang pemangku kepentingan adalah seseorang yang mempunyai sesuatu yang dapat
ia peroleh atau akan kehilangan akibat dari sebuah proses perencanaan atau
proyek. Dalam banyak siklus, mereka disebut sebagai kelompok kepentingan, dan
merekabisa mempunyai posisi yang kuat dalam menentukan hasil suatuproses
politik. Seringkali akan sangat bermanfaat bagi proyekpenelitian untuk
mengidentifikasi dan menganalisa kebutuhan dan kepedulian berbagai pemangku
kepentingan, terutama bila proyek proyekini bertujuan mempengaruhi kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar